Wednesday, March 9, 2011

Ngomong-ngomong Soal Pencitraan...

Pencitraan.

Banyak orang dirugikan karenanya.
Tapi banyak juga yang mendapat keuntungan darinya.
Pencitraan publik, suatu imej yang diciptakan publik untuk seseorang atau sesuatu.
Sering kita terkecoh karena pencitraan ini.
Menilai sesuatu atau seseorang bukan dari pribadinya secara langsung, tapi dari pandangan publik tentang sesuatu atau seseorang tersebut.
Sebagai contoh, misalnya Anda adalah seorang mahasiswa yang sangat aktif di berbagai organisasi di kampus.
Maka publik akan memasukkan Anda ke dalam list 'orang-orang terkenal', alias public figure kampus.
Dan pencitraan terhadap diri Anda pun akan mulai terbentuk.
Bisa jadi pencitraan itu dimulai dari orang-orang di sekitar Anda yang mengenal Anda dengan sangat baik atau cukup baik.
Namun bisa pula pencitraan itu muncul dari orang-orang yang bahkan dekat dengan Anda pun tidak.
Saya sebut mereka sebagai orang-orang yang hanya 'mengawasi dari jauh'.
Kemudian pendapat orang-orang tersebut mengenai Anda akan menyebar di kalangan kampus.
"Kata si anu, si A itu orangnya ramah, mau bergaul dengan siapa saja, nggak membeda-bedakan."
"Si A itu aktif banget di kampus. Katanya sih orangnya gampang gaul, enak diajak ngobrol. Pokoknya enak buat temenan deh.."
dst.
Maka pencitraan publik terhadap Anda pun terbentuk : Anda orang yang baik, ramah, mudah bergaul dengan siapa saja.
Tentu proses peencitraan publik tidak semudah itu terbentuk.
Masih ada banyak faktor yang berperan dalam pembentukan pencitraan publik.
Namun, yang paling mendasar dalam proses terbentuknya pencitraan publik seperti ini adalah apa saja yang dilihat publik, serta apa yang mereka dengar tentang Anda.
Entah itu oleh mereka sendiri, atau dari orang lain.
Sekali Anda melakukan kesalahan, sekali Anda 'melukai' publik, maka pencitraan Anda bisa berbalik 180 derajat.
Sungguh mengerikan.

Itu pencitraan baik.

Pencitraan buruk selalu lebih mudah diciptakan.
Seperti fitnah yang mudah tersebar, seperti itulah pencitraan buruk tercipta.
Dari satu mulut ke mulut yang lain.
Entah benar entah tidak, entah fakta entah gosip, entah prasangka entah nyata.
Yang pasti, berhati-hatilah dengan pencitraan buruk ini.
Sekali Anda termakan olehnya, maka sejatinya Anda diam-diam telah menyayat hati sang korban pencitraan buruk tersebut.
Dan yang jauh lebih buruk, akan sangat mudah bagi Anda melihat keburukannya, tapi sangat sulit bagi Anda menerima sisi baiknya.

Pesan saya, nilailah seseorang dengan jujur, tanpa prasangka buruk, tanpa tendensi buruk.
Baik ya baik, buruk ya buruk.
Setelah itu, simpan dalam hati Anda sendiri apa yang buruk dari orang itu.
Itulah aib orang lain yang harus kita tutupi, bukan malah kita sebarkan.



-kantor, 10 Maret 2011, 13.51 WIB, dalam kepenatan hati yang teramat sangat-

No comments:

Post a Comment